Penulis: Vika Azkiya Dihni
Editor: Annissa Mutia
27/1/2022, 10.20 WIB
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima pengaduan terkait kasus pelanggaran hak anak sebanyak 5.953 kasus. Jumlah itu turun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebanyak 6.519 kasus.
Menurut ketua KPAI, Susanto, ada beberapa faktor yang menyebabkan turunnya kasus pelanggaran hak anak, yaitu partisipasi publik, komitmen stakeholder terkait perlindungan anak, serta adanya kesadaran dari publik terkait perlindungan terhadap anak. Ia berharap penurunan kasus ini merupakan indikator baiknya upaya kemajuan perlindungan anak Indonesia.
Secara rinci, kasus pelanggaran hak anak meliputi pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Kasus pemenuhan hak anak tercatat sebanyak 2.971 kasus, sedangkan perlindungan khusus anak sebanyak 2.982 kasus.
Kasus pemenuhan hak anak paling paling tinggi adalah kluster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 2.281 kasus. Kasus-kasus tersebut, di antaranya anak korban pelarangan akses bertemu orang tua sebanyak 492 kasus, anak korban pengasuhan bermasalah/konflik orang tua/keluarga (423 kasus), anak korban pemenuhan hak nafkah (408 kasus), anak korban pengasuhan bermasalah (398 kasus), dan anak korban perebutan hak kuasa asuh (306 kasus).
Sementara, kasus perlindungan khusus anak tertinggi, yaitu anak korban kekerasan fisik dan atau psikis mencapai 1.138 kasus. Kekerasan tersebut meliputi anak korban penganiayaan mencapai 574 kasus, anak korban kekerasan psikis (515 kasus), anak korban pembunuhan (35 kasus), dan anak korban tawuran (14 kasus).
Jika dilihat trennnya, pengaduan kasus pelanggaran hak anak cenderung fluktuatif. Pengaduan kasus tertinggi terjadi pada 2020 sebanyak 6.519 kasus dan yang terendah terjadi pada 2019, yakni 4.369 kasus.
(Baca: Prevalensi Kekerasan terhadap Anak Menurun pada 2021)