Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, anak berumur 0-4 tahun yang memiliki akta kelahiran sebesar 77,04% pada 2021. Persentase ini menurun 0,16 poin dari 2020 yang sebesar 77,2%.
Angka tersebut juga menunjukkan bahwa sebanyak 22,96 anak usia 0-4 tahun tidak memiliki akta kelahiran pada 2021. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menjelaskan terdapat beberapa faktor anak tidak memiliki akta kelahiran.
Pertama, konisi geografis Indonesia sehingga pelayanan akta kelahiran sulit terjangkau seluruh masyarakat. Kedua, akses internet yang sulit terjangkau. Ketiga, lokasi pelayanan akta kelahiran yang jauh dari masyarakat.
KemenPPPA juga menyebutkan faktor budaya, sosial, adat istiadat, dan kurangnya pemahaman masyarakat setempat menjadi penghambat kepemilikan akta kelahiran. Selain itu, terkendalanya status perkawinan membuat masyarakat enggan untuk mengurus akta kealhiran.
Akta kelahiran adalah surat tanda bukti kelahiran yang dikeluarkan oleh kantor catatan sipil. Anak yang tidak memiliki akta kelahiran berisiko kesulitan mendapatkan akses pendidikan, dieksploitasi menjadi pekerja anak, kesulitan mengakses jaminan sosial, dan adanya manipulasi identitas. Kemudian berpotensi terjadinya pernikahan dini, korban perdagangan anak, dan adopsi illegal.