Penulis: Monavia Ayu Rizaty
Editor: Dimas Jarot Bayu
19/10/2021, 13.00 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi tanaman biofarmaka di Kepulauan Riau mencapai 161,1 ton pada 2020. Dari jumlah tersebut, produksi tanaman biofarmaka didominasi oleh kelompok tanaman rimpang.
Produksi terbesar di Kepulauan Riau pada tahun lalu adalah laos/lengkuas sebanyak 86,31 ton. Setelahnya ada kunyit dengan produksi sebesar 35,74 ton. Produksi jahe dan kencur masing-masing sebesar 22,37 ton dan 13,4 ton.
Kepulauan Riau juga menghasilkan temulawak sebanyak 0,8 ton pada tahun lalu. Produksi temuireng dan lempuyang masing-masing sebanyak 0,57 ton dan 0,42 ton.
Kemudian, produksi temukunci di provinsi tersebut sebanyak 0,27 ton pada 2020. Sedangkan, produksi dlingo hanya sebesar 0,005 ton.
Produksi tanaman biofarmaka yang termasuk tanaman bukan rimpang paling besar di Kepulauan Riau pada 2020 adalah mahkota dewa, yakni 1,04 ton. Posisinya disusul lidah buaya dengan produksi sebanyak 0,15 ton.
Mengkudu/pace yang diproduksi di Kepulauan Riau sebanyak 0,07 ton. Sementara, produksi sambiloto tercatat sebesar 0,03 ton.
Tanaman biofarmaka memiliki banyak kegunaan, mulai dari bahan dasar pembuatan obat, bumbu masakan, hingga kosmetik. Tanaman biofarmaka dibagi menjadi dua kelompok, yakni rimpang dan bukan rimpang.
Tanaman rimpang terdiri dari jahe, laos, kencur, kunyit, temulawak, temukunci, dan lain-lain. Sementara, tanaman bukan rimpang terdiri dari kapulaga, mengkudu, mahkota dewa, sambiloto, dan sebagainya.
(Baca: 5 Rempah dengan Harga Paling Mahal di Dunia, Ada dari Indonesia)