Neraca transaksi berjalan Indonesia kembali mengalami defisit untuk yang kedua kalinya pada tahun ini. Bank Indonesia (BI) mencatat, defisit neraca transaksi berjalan sebesar US$ 2,23 miliar atau setara Rp 32,35 triliun pada kuartal II-2021.
Defisit tersebut meningkat 111,05% dibandingkan pada kuartal I-2021 (quarter to quarter/q-to-q). Jika dibandingkan dengan kuartal II-2020, defisit transaksi berjalan turun 22,91% (year on year/yoy).
Secara akumulatif pada semester I-2021, defisit transaksi berjalan tercatat sebesar US$ 3,29 miliar. Jumlah itu turun 48,09% dibandingkan pada semester I-2020 yang sebesar US$ 6,34 miliar (cumulative to cumulative/c-to-c).
Melonjaknya defisit transaksi berjalan secara kuartal didorong oleh naiknya defisit neraca pendapatan primer sebesar 20,67% menjadi US$ 8,14 miliar (q-to-q). Hal tersebut lantaran adanya kenaikan pembayaran imbal hasil berupa dividen kepada para investor dari luar negeri.
Defisit neraca jasa juga meningkat 8,36% menjadi US$ 3,65 miliar (q-to-q). Ini disebabkan oleh naiknya pembayaran jasa freight impor barang.
Sementara yang menahan semakin dalamnya defisit transaksi berjalan pada kuartal II-2021 adalah meningkatnya surplus dari ekspor sebesar 6,15% menjadi US$ 8,09 miliar (q-to-q). Kemudian, neraca pendapatan sekunder mengalami surplus sebesar 2,31% menjadi US$ 1,46 miliar (q-to-q).